Investasi industri otomotif Indonesia telah tumbuh signifikan menjadi US$2,06 miliar (Rp31,7 triliun) hingga September 2024, menurut laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dibandingkan dengan tahun 2019, investasi di industri otomotif telah meningkat sebesar 43% selama lima tahun terakhir. Dari total investasi sebesar US$2,06 miliar, penanaman modal asing (FDI) menyumbang mayoritas, mencapai US$1,83 miliar. Pertumbuhan signifikan dalam investasi asing di industri otomotif Indonesia mencerminkan keyakinan kuat investor terhadap prospek jangka panjang industri ini dan potensinya untuk terus berkembang. Kontribusi signifikan dari investasi asing langsung menyoroti daya tarik Indonesia sebagai tujuan manufaktur dan investasi bagi perusahaan otomotif internasional. Peningkatan arus masuk modal ini diharapkan akan semakin memacu perluasan kapasitas produksi, kemajuan teknologi, dan pembangunan ekosistem kendaraan listrik. Tantangan yang dihadapi industri otomotif Indonesia, dampak faktor ekonomi dan daya beli konsumen, menurut data Gaikindo, penjualan mobil konsumen pada Januari-Agustus 2024 turun tajam hingga 12% secara tahunan, menyoroti lemahnya permintaan pasar yang dipengaruhi berbagai faktor ekonomi. Bank sentral Indonesia mempertahankan suku bunga sekitar 6% hingga sebagian besar tahun 2024, sehingga menghambat konsumsi produk bernilai tinggi seperti mobil. Rupiah yang lemah telah meningkatkan biaya produksi (Indonesia merupakan importir minyak bersih), dan harga mobil baru menjadi tidak terjangkau bagi banyak konsumen, yang semakin memilih untuk membeli mobil bekas. Kenaikan pajak pertambahan nilai dari 10% pada tahun 2023 menjadi 11% pada tahun 2024 tidak hanya meningkatkan harga mobil tetapi juga menaikkan biaya hidup, sehingga melemahkan daya beli. Selain itu, mulai Januari 2025, pajak pertambahan nilai atas barang mewah akan meningkat dari 11% menjadi 12%, sehingga pembelian mobil mewah menjadi lebih mahal. Industri otomotif Indonesia tengah menghadapi tantangan berat akibat kondisi ekonomi yang berlaku saat ini yang berdampak negatif pada daya beli konsumen dan permintaan pasar secara keseluruhan. Suku bunga yang tinggi membuat pembiayaan mobil menjadi lebih mahal, nilai tukar rupiah yang lemah meningkatkan biaya produksi dan dengan demikian harga mobil, sementara kenaikan pajak pertambahan nilai semakin membebani anggaran konsumen. Tekanan ekonomi ini telah menyebabkan penurunan penjualan kendaraan baru dan potensi peralihan ke pasar kendaraan bekas, sehingga menimbulkan tantangan bagi produsen dan dealer untuk mempertahankan penjualan dan profitabilitas. Peningkatan PPN pada barang mewah, meskipun memengaruhi segmen yang lebih kecil, juga mencerminkan tren yang lebih luas terhadap meningkatnya biaya kepemilikan mobil.